Manusia dan kebenaran



            Manusia dan kebenaran adalah tema yang paling cocok untuk filsafat pengetahuan yang juga disebut epistimologi. Jalan menuju pengetahuan yang benar terbatas pada dunia empiris. Sains bertanya tentang bagaimana hubungan antar fenomena. Sains mengandaikan that its is. Filsafat bertanya why it is. Filsafat khususnya metafisika terarah kkepada dimensi ada dan mencangkup segala apa yang ada. Untuk segala apa yang ada. Untuk segala ilmu, persoalan yang paling dasar adalah ialah persesuaian pengetahuan dengan kenyataan. Apakah persesuaian itu mungkin dan manakah jalan menuju pengetahuan yang benar.


Manusia dan kebenaran

                                                                    
Epistimologi dibagi menjadi dua, yakkni epistimologi khusus dan epistimologi dasar. Epistimologi yang terbatas pada daerah tertentu disebut “epistimologi particular”. Setiap ilmu dapat didahului oleh epistimologi yang khusus untuk ilmu yang bersangkutan. Dalam epistimologi khusus, dipertanggungjawabkan metode dan jalan untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan bidang yang digeluti. Beberapa buku yang membahas pengetahuan secara filosofis telah terbit dalam bahasa Indonesia. Epistimologi dasar sebagai pengantar filsafat pengetahuan dapat membahas berbagai masalah yang berhubungan dengan pengetahuan. Masalah kebenaran sangat mendasar karena menyangkut segala pengetahuan yang menuju kebenaran. Malasalahnya adalah hubungan antara pengethuan dan kenyataan. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang maksudnya sesuai dengan kenyataan. Mungkinkah manusia dapat mengetahui persesuaian pengetahuan dengan kenyataan yang ada di luar pengetahuannya?. Sampai manakah batas keterbukaan ? pertanyaan ini mengakibatkan munculnya masalah realism atau idealisme, imanensi atau traseensi, mutlak atau relative, terbatas atau tidak terbatas. Pembahasan siarahkan pada masalah kebenaran pengetahuan dan sifat-sifatnya.                                                                         
 Dalam dilsafat antropologi manusia memperkenalkan diri sebagai mahluk yang dinamis, paradoksal dan multidimensional. Tidak mengherankan bahwa sifat-sifat tersebut juga menjadi sifat-sifat dasariah segala kebenaran.

Comments

Popular posts from this blog

Ciri berfikir Filsafat

Fungsi dan peran lembaga keuangan Syariah

Konstruksi filsafat ilmu